Cerita Ala Denok berisi kumpulan cerita, cerpen, dan series hasil karya Denok

25 July 2013

Ambisi Si Buta

Di pagi yang cerah tampak seorang sosok laki-laki melintas di depan rumah seorang wanita yang bernama Sesil. Laki-laki tersebut nampak kebingungan. Merasa iba Sesilpun menghampiri laki-laki tersebut. Sesil mendapati laki-laki itu adalah seorang buta yang hendak menyeberang namun tidak ada seorangpun yang membantunya. Dengan sabar Sesil membantu laki-laki tersebut menyeberang.

Setelah menyeberangkan jalan Sesil pun kembali ke rumahnya, untuk melanjutkan pekerjaannya. Sesil memiliki kios kecil di depan rumahnya. Kios tersebut menjual berbagai jenis makanan, mulai dari jajanan basah sampai jajanan kering. Hari-hari Sesil dihabiskan untuk menjaga kiosnya itu.

Malam hari ketika suasana semakin sepi, Sesil pun hendak menutup kiosnya. Sesaat kemudian terdengar suara minta tolong dari arah seberang jalan. Sesil menghentikan pekerjaannya dan mulai melangkah untuk melihat lebih dekat asal suara tersebut. Tampaklah sosok laki-laki buta yang tadi pagi dibantunya menyeberang dan sekarang ingin menyeberang kembali. Menoleh kekanan dan kekiri tak ada seorangpun yang melintas. Kemudian Sesil menuntun laki-laki tersebut untuk menyeberang.

Sama seperti tadi pagi tak ada ucapan sepatah katapun, apa lagi terima kasih, laki-laki tersebut berlalu meninggalkan Sesil. Merasa sedikit aneh Sesilpun kembali ke kios dan melanjutkan pekerjaannya menutup kios, lalu kembali ke rumah yang berjarak tidak lebih 200 meter dari kios tersebut.

Keesokan harinya pada jam yang sama laki-laki buta itu kembali tampak kebingungan hendak menyeberang, Sesil yang melihat laki-laki itu, tidak bertindak apapun selain mengamati dari tempatnya berdiri. Tak selang beberapa lama terdengar suara "Hey, kamu bisakah membantuku menyeberang seperti kemarin?" Sesil tersenyum dan mendekat, tanpa berkata apapun Sesil hanya menggandeng laki-laki tersebut dan menyeberangkannya. Sampai diseberang Sesil segera menyeberang kembali dan laki-laki tersebut berlalu begitu saja seperti sebelumnya.

Hari ini Sesil menerima undangan temannya yang berulang tahun jadi Sesil agak cepat menutup kiosnya dan pergi ke pesta ulang tahun temannya.

Jam 9.30 malam, Sesil tiba di rumah, sebelum masuk kedalam Sesil melihat sebentar ke seberang jalan, tampak suasana begitu sepi hanya satu dua kendaraan saja yang masih melintas. Sesilpun melangkahkan kakinya dan membuka pintu pagar rumahnya. Saat hendak menutup pintu pagar terdengar suara langkah kaki disertai bunyi tongkat, disusul suara "Kiosnya masih buka? saya mau beli makanan kecil." Sesil menengok dan melihat sosok laki-laki tengah berdiri di depan kiosnya. Sesil berkata "Makanan ringan apa?" laki-laki itu menyebutkan beberapa jenis makanan. Sesil masuk ke dalam kios lewat pintu belakang dan mengambil makanan sesuai dengan permintaan laki-laki itu. Sesil menghampiri laki-laki yang tengah duduk di bangku yang ada di depan kiosnya, sambil menyerahkan makanan yang sudah di masukan ke dalam kantong plastik.

Laki-laki itu bertanya "Berapa?" sambil mengeluarkan sejumlah uang dari dalam saku celananya. Sesil menyebutkan jumlahnya dan mengambil uang sebanyak jumlah yang dia sebutkan dari tangan laki-laki itu. Setelah mengambil uang tersebut Sesil bermaksud untuk kembali ke rumahnya namun laki-laki itu berucap lagi "Bisakah saya meminta segelas air?" Tanpa bicara Sesil melangkah masuk dan membawa seteko air bersama gelas. Melihat laki-laki tersebut sedang makan Sesil meletakan teko dan gelas di atas meja lalu duduk di sebelah laki-laki itu. Tiba-tiba laki-laki itu berkata "Nama saya Eman, kamu siapa?" Sesil tersenyum dan berkata "Sesil". Pembicaraanpun dimulai. Sejak malam itu Sesil dan Eman semakin dekat satu dengan yang lain.

Hari-hari selanjutnya Sesil yang biasanya hanya membantu Eman menyeberang jalan kini, Sesilpun membantu Eman menyiapkan makan mulai dari sarapan, makan siang maupun makan malam. Sesil melakukan hal itu dengan senang hati karena memasak adalah salah satu dari hobinya.

Suatu hari Eman mengajak Sesil untuk berjalan-jalan di taman kota, yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal Sesil. Sambil berjalan Eman banyak bercerita tentang perjalanan hidupnya, asal keluarganya, dan bagaimana kisahnya sampai ditempat ini. Ada beberapa kisah Eman yang membuat Sesil terharu, ada juga beberapa yang membuatnya ragu. Sesil senang mengetahui Eman sekilas tampak bersikap apa adanya dan terkesan tidak mengada-ada.

Perlahan tapi pasti Eman mulai menyatakan perasaannya dimulai dari menyatakan kekagumannya, perasaan nyamannya pada Sesil. Dan lebih lanjut Eman juga menyatakan Sesil sebagai sosok yang komplit. Mengetahui itu Sesil hanya bisa tersenyum. Baik Sesil maupun Eman mulai memupuk rasa saling menyayangi diantara mereka.

Mereka mulai terbuka satu sama lain, Eman mulai menceritakan perjalanan cintanya menghampiri hati demi hati. Sesil hanya mendengarkannya bercerita dan mulai menggali dan menguji perasaannya terhadap Eman. Eman bercerita tentang asal usul tongkat yang biasa menemaninya selama ini. Ternyata tongkat itu adalah tongkat milik mantan kekasihnya yang sama-sama buta. Selain itu Eman juga menceritakan asal usul topi rajutan yang biasa dipakainya ternyata itu juga hasil karya dari mantan kekasihnya. Tidak itu saja Eman juga dengan bangga menunjukan berbagai kenangannya bersama mantan-mantan kekasihnya terdahulu yang masih tersimpan rapi. Mendengar semuanya Sesil hanya bisa tersenyum.

Sesil mengambil kesimpulan bahwa Eman adalah sosok laki-laki yang tidak mampu berdiri sendiri selalu hidup dari bayang-bayang masa lalunya dan setumpuk kenangan dengan mantan-mantannya. Sesil hanya menguji perasaannya dan seberapa tulus rasa sayangnya terhadap Eman. Sesil sangat mengetahui betapa berambisinya Eman untuk dapat hidup normal. Meskipun ada beberapa cara yang ditempuh Eman tidak sesuai dengan prinsip Sesil, namun selalu saja ada permakluman yang membuat Sesil semakin mengasihi Eman.

Sampai suatu ketika, saat sedang duduk-duduk santai di depan kios Eman tiba-tida berkata "Ingin sekali menikahimu". Sesil menimpali "lalu?" Eman berkata lagi "Andaikan bisa melihat pasti menikahimu", sambil tersenyum. Sesil terdiam sejenak dan suasanapun menjadi hening. Tak ada percakapan lagi selanjutnya mereka kembali ke rumah masing-masing.

Sejak pembicaraan itu Sesil terus memikirkan perkataan Eman. Setelah memikirkannya beberapa malam, malam terakhir Sesil merinci beberapa kemungkinan dari resiko yang harus dia tanggung atas keputusannya dan menguji dirinya sendiri apakah dia benar-benar sanggup menjalani resiko tersebut. Sesil tidak bertitik berat pada janji Eman yang akan menikahinya saat bisa melihat nanti, namun Sesil menyadari bahwa Eman sangat berambisi memiliki mata yang normal dan dapat melihat. Hal tersebut dapat diketahui dari bagaimana Eman mendapatkan tongkat untuk dapat sedikit membantunya tanpa memikirkan bagaimana kehidupan selanjutnya dari si pemilik tongkat setelah tongkat itu dibawa pergi olehnya. Namun satu hal yang Sesil ketahui adalah betapa besar rasa Sayangnya terhadap Eman dan sangat ingin melihat Eman bahagia saat ambisinya tercapai.

Sesilpun mengambil keputusan untuk mendonorkan matanya kepada Eman. Rasa Sayangnya yang begitu mendalam terhadap Eman itulah mejadi landasannya mengambil sebuah keputusan yang besar dalam hidupnya. Sesil tidak memberitahu keluarganya atas keputusannya itu dan meminta pihak Rumah Sakit untuk merahasiakan identitasnya kelak. Dia hanya memberi tahu seorang temannya yang bersedia menemani mejalankan hidup selanjutnya setelah dia mendonorkan matanya. Ira adalah satu-satunya teman Sesil yang tidak menentang keputusannya dan mau membantunya kelak. Ira hanya bertanya "Bagaimana jika dia meninggalkanmu setelah mengetahui kamu buta?" Sesil hanya tersenyum dan menjawab "itu adalah pilihannya yang menyatakan siapa sebenarnya dia." Tidak puas Ira lanjut bertanya "Mengapa tidak memberitahu bahwa kamulah yang menjadi donor mata untuknya?" Sesil menjawab "Aku tau siapa dia, dan tidak mau menjadi bayang-bayang dalam perjalanan kisah cintanya dikemudian hari." Tak sanggup menahan perasaannya Ira langsung memeluk Sesil dan menangis.

Sehari setelah menyiapkan segala rencananya bersama Ira, seperti hari-hari biasanya Sesil melayani Eman sarapan pagi, lalu menyampaikan kabar gembira bahwa dia berhasil menemukan donor gratis untuk mata Eman. Setelah mendengarkan penjelasan dari Sesil, mereka menyusun rencana esok akan pergi ke Rumah Sakit untuk memeriksakan mata Eman sekaligus menentukan kapan hari akan melakukan donor mata.

Keesokan harinya sesuai rencana, mereka pun berangkat menuju Rumah Sakit yang sudah diberitahu Sesil di hari sebelumnya. Setelah dilakukan observasi dan beberapa test maka ditetapkan satu minggu berikutnya untuk diadakan operasi donor mata untuk Eman.

Pada hari yang telah ditetapkan Eman menjalani operasi tersebut. Sesil mengantarnya dan minta maaf jika selama proses penyembuhan nanti tidak bisa menemani sebab harus menjaga kiosnya. Dengan gembira Eman berkata "Tidak apa, saat sudah bisa melihat nanti, akan menjemputmu, jangan terlalu khawatir."

Sebulan kemudian Eman dapat melihat dengan normal sebab operasinya berjalan dengan baik. Eman berusaha menanyakan siapa yang sudah mau menjadi donor mata untuknya, namun pihak Rumah Sakit tidak dapat mengatakannya atas permintaan si pendonor.

Eman begitu bahagia, diapun segera bergegas menemui Sesil di kiosnya. Betapa terkejutnya Eman saat mengetahui bahwa Sesil tenyata adalah seorang gadis buta. Tidak melanjutkan langkahnya Eman langsung memutar haluan dan pergi meninggalkan Sesil. Sesil yang sudah menduga hal tersebut hanya tersenyum, sesaat setelah mengetahui dari Ira sahabatnya yang membantunya mengurus kios sejak dia buta.

Itulah ambisi yang selalu saja membutakan mata hati seseorang sehingga sekalipun dia dapat melihat namun sesungguhnya dia tetaplah seorang yang buta. Ambisi membuat seseorang sulit bahkan tidak mampu mengucapkan terima kasih. Ambisi juga dapat membuat seseorang mengucapkan janji palsu.

Namun kasih yang tulus dapat membuat seseorang melakukan pengorbanan demi kebahagian orang yang dikasihi. Kasih yang tulus bukanlah sesuatu yang murahan jadi jangan pernah sia-siakan pengorbanan seseorang yang dilandaskan dengan kasih yang tulus. Belajarlah menghagai dan belajarlah mengucapkan kata terima kasih karena itu tidak akan menguragi apapun. Sebaliknya kata terima kasih membuat hati kalian penuh rasa syukur dan sukacita.

0 comments:

Post a Comment

Theme images by gaffera. Powered by Blogger.

© 2013 Cerita Ala Denok, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena